INSPIRING MOVIE : SIMON BIRCH

Posted on 27 Maret 2009

0


(Inspiring Movie merupakan ulasan film – film yang sangat meninggalkan kesan mendalam bagi Gilasinema, hingga kadang mempengaruhi Gilasinema sebagai pertimbangan dalam mengambil langkah menyikapi suatu hal.)

Setiap manusia pasti bertanya-tanya, apa sih tujuan kita hidup di dunia ini? Lewat tokoh yang juga menjadi judul film, Simon Birch, kita diajak untuk memahami bahwa apa, siapa dan bagaimanapun kita. Dengan memahami dirinya sendiri, manusia akan lebih menghargai hidupnya yang juga merupakan wujud syukur atas kehidupan. Tuhan telah memberikan sebuah peran kepada setiap manusia dalam hidupnya di dunia. Setiap kelebihan dan kelemahan yang melekat pada individu pasti ada alasannya.
Keyakinan inilah yang berulang kali diungkapkan oleh Simon Birch meski dia hidup dengan segala keterbatasan. Dia yakin bahwa dirinya adalah sebuah mukjizat. Keyakinan yang dianggap orang-orang disekitarnya sebagai sebuah omong kosong. Sahabat dekatnya, Joe Wenteworth, menyetujui pandangan Simon Birch hanya demi melegakan Simon Birch.
Simon: I’m a miracle you know.
Joe: Yeah, yeah, yeah.

Bahkan seorang pendeta sekalipun sempat menyikapi keyakinan Simon dengan keraguan.
Simon Birch: Does God have a plan for us?
Rev. Russell: I like to think He does.
Simon Birch: -Me too. I think God made me the way I am for a reason.
Rev. Russell: Well, I’m glad that, um, that your faith, uh, helps you deal with your, um…you know, your, your condition.
Simon Birch: That’s not what I mean. I think I’m God’s instrument – that He’s gonna use me to carry out His plan.

Meski terkesan yakin, kadang tak jarang Simon diliputi keraguan, dan berusaha mencari dukungan demi keyakinannya tersebut.
Simon Birch: I want to know that there’s a reason for things. I used to be certain, but now I’m not so sure. I want you to tell me that God has a plan for me, a plan for all of us. Please.
[Finding it difficult to respond with a good answer]
Rev. Russell: Simon…I can’t.

Pada akhirnya, keyakinan Simon Birch terbukti dan hal ini membantu Joe menemukan keyakinan akan Tuhan dan hidupnya, yang semula dia pandang dengan sinis dan sempat membuat Simon bereaksi :
Simon Birch: Your problem is that you have no faith.
Joe Wenteworth: I got faith. I just need proof to back it up.

Sepakat dengan Joe, keyakinan itu butuh proses. Keyakinan tidak bisa dipaksakan, karena seharusnya keyakinan itu muncul lewat sebuah proses pertanyaan-pertanyaan dimana setiap manusia berusaha untuk mencari jawabannya. Bahkan ketika sebuah jawaban itu muncul, belum boleh disikapi sebagai sebuah kebenaran. Seperti dalam novel Bilangan Fu-nya Ayu Utami, “tunda kebenaran, lakukan kebaikan”. Kebenaran harus selalu dipanggul dan jangan sampai jatuh ke tanah, karena ketika menyentuh tanah, kebenaran akan menjadi alat untuk melegalkan pemaksaan kebenaran kepada pihak lain.

Selain, berbicara soal keyakinan, film Simon Birch yang disutradarai oleh Mark Steven Jhonson (Daredevil, Ghost Rider) berdasar novel berjudul A Prayer for Owen Meany karangan John Irving ini juga sedikit menyinggung soal waktu dan rasa kehilangan.
Adult Joe Wenteworth: Time is a monster that cannot be reasoned with. It responds like a snail to our impatience, then it races like a gazelle when you can’t catch a breath.
Adult Joe Wenteworth: When someone you love dies, you don’t lose them all at once. You lose them in pieces over time, like how the mail stops coming. What I remember most to this day was my mother’s scent and how I hated it when it began to disappear. First from her closets, then from her dresses she had sewn herself and then finally from her bedsheets and pillow cases. Simon and I never talked much about that day on the baseball field. It was too painful for both of us. For as much as I loved my mother, I knew that Simon loved her just as much. She was the only real mother he ever had.

Dan dari mulut Simon Birch, terlontar dialog-dialog mengggelitik yang tak jarang mengundang senyum.
Simon: What I want to do and what I do are two separate things. If we all went around doing what we wanted all the time, there’d be chaos.

Rev. Russell: What are you doing sitting in a corner Simon?
Simon: Thinking about God.
Rev. Russell: In a corner?
Simon: Faith is not in a floor plan.

Simon Birch: Sex makes people crazy.

Joe Wenteworth: Oh! Oh, man. That’s cold.
Simon Birch: It’s freezing!
Joe Wenteworth: My balls just turned into marbles.
Simon Birch: My balls just turned into bb’s!

Simon Birch: Your mother has the best breasts of all the mothers.
Joe Wenteworth: [trying to ignore] Yeah.
Simon Birch: And she smells the best too.
Joe Wenteworh: I know.
Simon Birch: She’s so sexy that sometimes I forget she’s someone’s mother.
Joe Wenteworth: Okay. Okay.
Simon Birch: I was just being honest.
Joe Wenteworth: Well, what if I said the same thing about your mother?
Simon Birch: I’d have you committed.

Seperti halnya Forrest Gump, melalui Simon Birch, penonton diajak untuk lebih mempunyai keyakinan dalam dan akan hdupnya melalui sosok yang penuh keterbatasan. Pendekatan ini umumnya sangat berhasil hingga mampu meresap dalam diri penonton, bahkan membuat penonton terharu meneteskan air mata meski sudah melihatnya berulang-ulang. Penampilan Ashley Judd dalam film amat sayang untuk dilewatkan. Penampilannya begitu segar dan cuaaantiiiik luar dalam. Secara sinematis, Simon Birch bukanlah film yang istimewa, namun isinya sangat inspiratif.
Film Simon Birch ini sangat membantu Gilasinema ketika mengalami sebuah peristiwa yang ujung-ujungnya menghujat diri sendiri. Untuk membangun keyakinan bahwa mungkin, peristiwa tadi mempunyai sebuah maksud. Bahwa Tuhan mempunyai sebuah rencana, yang pastinya tidak akan menjerumuskan umatnya.

Posted in: INSPIRING